RESUME AYAT-AYAT
TENTANG
MATERI PENDIDIKAN
Makalah ini disusun,
guna memenuhi tugas
Mata Kuliah Tafsir 2
Dosen Pengampuh: Maya
Rahmi Musfiroh,
Disusun
Oleh:
Ahmad
Baedlowi
Ahmad
Arif
Ahmad
Nawawi
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU)
JEPARA
RESUME AYAT-AYAT
TENTANG
MATERI PENDIDIKAN
A. Qur’an
Surah Al-A’rof Ayat 204
#sÎ)ur Ìè% ãb#uäöà)ø9$# (#qãèÏJtGó$$sù ¼çms9 (#qçFÅÁRr&ur öNä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇËÉÍÈ
Artinya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an,
Maka dengarkanlah ia dengan tekun, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu
mendapat rahmat[1].
1. Makna
Kosa Kata
الاِسْتِمَا
عُ :
bersifat lebih khusus dari pada as-sam’u. Karena al-istima’ (mendengarkan)
dilakukan dengan niat dan sengaja, yakni dengan mengarahkan indera pendengaran
kepada pembicaraan untuk memahaminya. Sedang as-sam’u (mendengar) bisa
terjadi tanpa sengaja.
الاِنْصَاتٌ : diam untuk
mendengarkan, sehingga tidak ada gangguan untuk merekam segala yang dibacakan.[2]
2. Asbabun
Nuzul
Dalam
suatu riwayat ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang melakukan
shalat dibelakang Rasulullah SAW yang membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan suara
keras dan nyaring. Ayat ini diturunkan sebagai perintah agar selalu
mendengarkan dan memperhatikan bacaan imam dikala sedang melakukan shalat. Bagi
makmum diperhatikan membaca ayat-ayat Al-Qur’an secara pelan-pelan (volume
suara yang rendah, tidak nyaring)
(HR. Ibnu Abi Hatim dan yang lain dari
Abi Hurairah)[3]
3. Tafsir
Ayat
Ayat ini termasuk bagian dari apa yang
diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW, untuk beliau sampaikan karena itu ia
dimulai dengan kata “dan”, yakni dan sampaikan pula bahwa apabila dibacakan Al-Qur’an maka denganrkanlah ia dengan tekun. Dapat
juga ayat yang lalu berbicara tentang fungsi dan keistimewaan Al-Qur’an serta
rahmat yang dikandungnya. Karena itu sangat wajar jika ayat ini memerintahkan
agar percaya dan mengaggungkan wahyu Illahi dan karena itu apabila dibacakan
al-Qur’an oleh siapapun, maka bersopan santunlah terhadapnya karena ia
merupakan Firman Allah serta petunjuk untuk kamu semua dan karena itu pula
dengarkanlah ia dengan tekun lagi bersungguh-sungguh, dan perhatikanlah dengan
tenang tuntunan-tuntunannya agar kamu mendapat rahmat.
Kata ((اَنْصِتُوْا dipahami oleh pakar-pakar bahasa dalam
arti mendengar sambil tidak berbicara. Karena itu, ia diterjemahkan
dengan perhatian dengan tenang. Perintah ini, setelah sebelumnya ada
perintah mendengar dengan tekun. Ini menunjukkan betapa mendengar dan
memperhatikan Al-Qur’an merupakan suatu yang sangat penting. Namun demikian,
para ulama sepakat memahami perintah tersebut bukan dalam arti mengharuskan
yang mendengar Al-Qur’an harus benar-benar tekun mendengarnya. Jika demikian
maksudnya, tentu anda harus meninggalkan setiap aktivitas bila ada yang membaca
Al-Qur’an. Sebab, tidak mungkin anda dapat tekun mendengarkan serta
memerhatikan jika perhatian anda tertuju kepada aktivitas lain. Ada ulama yang
memahami perintah ini dalam konteks bacaan imam dalam shalat yang bacaannya
dianjurkan untuk diperdengarkan, misalnya dalam shalat maghrib, isya’, dan
subuh. Mereka yang mengikuti imam ketika itu hendaknya jangan membaca ayat
lain, tetapi ia harus tekun mendengar bacaan imamnya. Ada juga yang memahaminya
tidak hanya terbatas untuk shalat fardhu, tetapi juga pada shalat sunnah dan
khutbah-khutbah. Ada lagi yang menilai ayat ini bersifat umum kapan dan dimana
saja, tetapi memahami perintah tersebut dalam arti anjuran. Memang, dalam
teks-teks keagamaan, baik Al-Qur’an maupun sunnah tidak sedikit perintah yang tidak
dapat dipahami dalam arti wajib, tetapi sunnah atau anjuran. Pendapat ini
adalah pendapat imam Malik. Betapapun, penghormatan kepada Al-Qur’an
mengharuskan kita mendengarnya kapan dan dimana saja ia dibacakan, sesuai
dengan kondisi dan situasi yang sedang dihadapi dan dalam keadaan yang tidak
menyulitkan atau memberatkan.[4]
B. Qur’an
Surat Saad Ayat 29
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿrã/£uÏj9 ¾ÏmÏG»t#uä t©.xtFuÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ
Artinya : Ini adalah sebuah kitab yang
Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan
ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.
Penjelasan tentang hakikat di atas
diuraikan Allah melalui para nabi dan kitab-kitabNya antara lain yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Karena itu, ayat di atas menegaskan bahwa: Al-Qur’an
yang engkau sampaikan, wahai Nabi Muhammad adalah sebuah kitab agung yang kami
turunkan kepadamu. Ia penuh dengan berkah supaya mereka yakni umat manusia
seluruhnya _ khususnya yang tidak percaya _ memerhatikan ayat-ayatNya dan
supaya orang-orang yang mempunyai pikiran yang cerah mendapat pelajaran.
Kata (الاْلبَابُ) adalah bentuk
jamak dari (لبّ) , yaitu sari pati sesuatu. Kacang misalnya, memiliki kulit yang menutupi
isinya. Isi kacang dinamai lubb. Ulul albab adalah orang yang memiliki akal
yang murni yang tidak diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide yang dapat
melahirkan kerancuan dalam berfikir. Yanng merenungkan ayat-ayat Allah dan
melaksanakannya diharapkan dapat terhindar dari siksa, sedang yang menolaknya
pasti ada kerancuan dalam cara berfikirnya.
Kata (مُبَا
رَكٌ)
terambil dari kata (بَرْكَةٌ) yang bermakna sesuatu
yang mantap juga berarti kebijakan yang melimpah dan beraneka ragam
serta tersinambung. Kolam dinamai birkah karena yang ditampung dalam
kolam itu menetap mantap di dalamnya, tidak tercecer kemana-mana. Keberkahan
Ilahi datang dari arah yang sering kali tidak diduga atau dirasakan secara
material dan tidak pula dapat dibatasi atau bahkan diukur. Dari sini, segala
penambahan yang tidak terukur oleh indra dinamai berkah. Demikian ar-Raghib
al-Asfahani.
Al-Qur’an adalah kitab yang mantap,
karena kandungannya yang haq sehingga ia tidak berubah. Apa yang diberitakannya
benar-benar terjadi atau akan terjadi sehingga tidak mengalami perubahan, baik
karena kesalahan atau kelupaan. Bila ada yang berusaha merubahnya walaupun
sahuruf pun atau ada yang keliru membacanya, akan tampil sekian banyak pihak
untuk meluruskan kesalahan atau kekeliruan itu, sehingga keaslian huruf,
kata-kata, dan kalimatnya akan terus menerus mantap tidak berubah. Di sisi
lain, kitab tersebut penuh berkah, karena yang menurunkannya adalah Allah. Yang
merupakan sumber segala kebajikan. Yang menerimanya lagi adalah nabi Muhammad.
Yang mencerminkan dalam kehidupannya segala macam kebajikan. Berkah kitab itu
juga terdapat dalam kandungannya, kendati kalimat-kalimatnya asangat terbatas.
Berkah dalam membacanya sehingga dengan mudah dapat dibaca bahkan dihafal oleh
siapapun walau mereka yang tidak mengerti artinya. Berkah dalam makna-makna
yang dikandungnya karena Al-Qur’an adalah sumb[5]er
yang tidak kering, yang tidak lekang oleh panas, tidak pula lapuk oleh hujan,
sehingga betapapun ditafsirkan selalu saja ada makna baru yang belum terungkap sebelumya. Berkah juga ia
dalam pengaruh positifnya terhadap manusia, serta dalam sukses dan keberhasilan
yang diraih oleh yang mengamalknnya. Berkah juga dalam bukti-bukti
kebenarannya, karena bukti-bukti itu terdapat dalam dirinya, melalui
kalimat-kalimatnya serta langgeng bersamanya. Rujuklah ke Q.S Al-an’an:92 untuk
memahami lebih banyak tentang keberkahan Al-Qur’an.[6]
C. Qur’an
Surat Al-A’rof Ayat 54
cÎ) ãNä3/u ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû ÏpGÅ 5Q$r& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# ÓÅ´øóã @ø©9$# u$pk¨]9$# ¼çmç7è=ôÜt $ZWÏWym }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur tPqàfZ9$#ur ¤Nºt¤|¡ãB ÿ¾ÍnÍöDr'Î/ 3 wr&
ã&s! ß,ù=sø:$# âöDF{$#ur 3 x8u$t6s? ª!$# >u tûüÏHs>»yèø9$# ÇÎÍÈ
Artinya
: (54) Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy.[7]
Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.
1. Makna
Kosa Kata
الرَّبُّ : Tuhan, pemilik, pengendali,
dan pendidik. Sedang الاله ialah sesembahan yang diseru supaya menghilangkan
bahaya atau mendatangkan keuntungan, dan yang dikekati dengan ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan yang diharapkan dapat menjadikanNya rela. Sedang Allah
adalah nama dari pencipta seluruhnya, dan oleh penganut agama tauhid tidak
diakui Tuhan selain Dia. Demikian pula kebanyakan orang musyrik mengatakan
bahwa Allah itu Tuhan terbesar atau pemimpin Tuhan-tuhan, atau dewa paling
agung.
السموَاتُ
وَالْاَرْضُ :
Langit dan bumi, yang dimaksud ialah alam atas dan alam bawah
اليَوْمُ :
waktu yang istimewa, lain dari pada yang lain, karena peristiwa yang terjadi
padanya, seperti halnya keistimewaan hari yang lazim kita kenal dengan adanya
terang, gelap dan seperti keistimewaan hari-hari yang dialami bangsa Arab.
العَرْشُ : menurut bahasa
berarti setiap sesuatu yang beratap. Dan diartikan pula balai-balai raja dan
kursinya di tempat dia mengendalikan pemerintahan.
الاسْتوَي : menurut bahasa
berarti kelurusan dan keseimbangan sesuatu.
حثيثا
: cepat. Yakni seperti kata orang Farasan Hasisas-sairi, yang artinya
kuda yang cepat larinya
بامره : dengan
pengendalian dan pengaturanya
مسخّرات
: dihinakan dan tunduk kepada pengendalianNya, serta patuh pada kehendakNya.
الخلق
: penentuan ukuran. Sedang yang dimaksud di sini ialah pengadaan menurut
ukuran.
تبارك
الله :
Maha Besar berkah-berkah Allah. Sedang berkah itu sendiri artinya kebaikan yang
banyak lagi langgeng.[8]
2. Asbabun
Nuzul
3. Tafsir
Ayat
Allah
berbicara kepada seluruh umat manusia , bahwa Tuhanmu adalah Esa, yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, serta mengendalikan urusan bumi
dan langit. Maka wajib kalian menyembah Allah semata-mata, karena tidak ada
Tuhan bagimu selain Allah.
Bahwa
apa yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat ini adalah sesuai dengan apa yang
diakui oleh para ahli falak dewasa ini. Mereka mengatakan , bahwa bahan
penciptaan benda-benda langit dan penciptaan bumi adalah kabut yang terpadu
menjadi satu, kemudian terpisah sebagiannya dari bagian yang lain. Kabut itu
terdiri dari partikel-partikel lembut yang bergerak, sebagian berhimpun dengan
bagian yang lain sebagai akibat dari hukum gravitasi. Dari partikel-aprtikel
itulah terbentuk bola raksasa yang berputar pada sumbunya dan menyala karena
kecepatan geraknya, sehingga bercahaya dan bersinar dibarengi dengan panas yang
hebat. Bola raksasa inilah yang pada alam kita disebut dengan matahari dan
planet-planet yang mengikutinya, sebagaimana kita lihat dan saksikan. Di
antaranya ialah bumi kita ini yang terpisah padunya dengan matahari dan para
pengikutnya, dan terpisah dari jasad mereka dalam keadaan menyala, seperti
halnya kawan-kawannya, yang semuanya
berputar pada porosnya.
Kemudian
dari Bi
Fakta-fakta
ilmu yang diterangkan oleh Al-Qur’an ini, ketika tak seorang pun diantara
orang-orang yang diajak beicara oleh Al-Qur’an pada saat diturunkannya tidak
mengetahui fakta-fakta ilmiah tersebut, merupakan dalil terbesar atas
kemu’jizatan Al-Qur’an. Dan bahwa Al-Qur’an adalah perkataan Tuhan Yang Maha
Tahu dan Waspada tentang segala sesuatu, bukan perkataan manusia biasa,
Demikian
pula keteraturan dan penciptaan yang berangsur-angsur ini adalah dalil-dalil
yang menunjukkan iradat Allah, pilihan, hikmah dan keesaan Dia Yang Maha
Pencipta. Karena sesuatu yang tidak tertur kadang-kadang disangka bahwa adanya
itu merupakan perbuatan dari banyak Tuhan, bukan dari Yang Maha Esa. Anda tentu
melihat perbedaan yang yang begitu jelas
antara oggoan batu kerikil yang anda lihat
Bagaiman
kalian kafir; padahal Allah bukan hanya menghidupkan kamu di dunia, tetapi juga
menyiapkan sarana kehidupan di dunia, Dia-lah Allah yang menciptakan untuk kamu
apa yang ada di bumi semua sehingga semua yang kamu butuhkan untuk kelangsungan
dan kenyamanan hidup kamu terhampar, dan itu adalah bukti kemahakuasaanNya.
Yang kuasa melakukan itu pasti kuasa untuk menghidupkan yang mati.
Kemudian
Dia berkehendak menuju ke langit. Kata kemudian dalam ayat ini bukan dalam arti
selang masa, tetapi dalam arti peringkat, yakni peringkat sesuatu yang disebut
sesudahnya yaitu langit dan apa yang ditampungkannya lebih agung, lebih besar,
dan misterius daripada bumi. Maka Dia, yakni Allah, Menyempurnakan
mereka, yakni menjadikan tujuh langit dan menetapkan hukum-hulum
yang mengatur perjalanannya masing-masing, serta menyiapkan sarana yang sesuai
bagi yang berada di sana, apa dan atau siapa pun. Itu semua diciptakanNya dalam
keadaan sempurna dan amat teliti. Dan itu semua mudah bagiNya karena
Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Firmannya;
Dia-lah (Allah), yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kamu dipahami
oleh banyak ulama sebagai menunjukkan bahwa pada dasarnya segala apa yang
terbentang di bumi ini dapat digunakan manusia. Kecuali jika ada dalil lain
yang melarangnya sebagiankecil ulama tidak memahami demikian. Mereka
mengharuskan adanya dalil yang jelas untuk memahami boleh atau tidaknya
sesuatu, bahkan ada juga yang berpendapat bahwa pada dasarnya segala sesuatu
terlarang kecuali kalau ada dalil yang menunjukkan izin yang menggunakannya.
Kata
ISTAWA pada mulanya berarti tidak lurus/tidak bengkok. Selanjutnya, kat
itu dipahami secara majasi dalam arti menuju ke sesuatu dengan cepat dan penuh
tekat bagaikan yang berjalan tegak lurus tidak menoleh kekiri dan ke kanan.
Makna Allah yang menuju kelangit adalah kehendakNya untuk mewujudkan sesuatu
seakan-akan kehendak tersebut serupa dengan seseorang yang menuju ke sesuatu
untuk mewujudkannya dalam bentuk se –agung dan sebaik mungkin. Karena itu, pada
lanjutan ayat ini (fasawwahunna) lalu dijadikanNya yakni bahwa langit itu
dijadikanNya dalam bentuk sebaik mungkin, tanpa sedikit aib atau kekurangan
sedikitpun. Dalam surat Al-Mulk: 3 dinyatakanNya: Allah yang telah menciptakan
tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada penciptaan tuhan
yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka lihatlah berulang-ulang,
adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Sayyid
Kutub dalam tafsirnya berkomentar tentang ayat ini lebih kurang sebagai
berikut: banyak sekali uraian para mufasir dan teolog tentang penciptaan langit
dan bumi mereka berbicara tentang penciptaan dan sesudahnya , juga tentang arti
istawa/berkehendak menuju. Mereka lupa bahwa sebelum dan sesudah adalah
dua istilah yang digunakan manusia dan keduanya tidak menyentuh sisi Allah swt.
Mereka juga lupa bahwa istawa adalah istilah kebahasaan yang di sini hanya
menggambarkan bagi manusia,mahluk terbatas ini,satu gambaran tentang sesuatu
yang tidak terbatas. Perdebatan yang terjadi di kalangan teolog muslim
menyangkut ungkapan-ungkapan al’quran itu,tidak lain kecuali salah satu dampak
buruk dari sekian dampak buruk filsafat yunani dan uraian-uraian tentang
ketuhanan di kalangan orang yahudi dan nasrhani yang bercampur dengan akal
islam yang murni. Tidak;ah wajar bagi kita dewasa ini terjerumus dalam
kesalahan tersebut sehingga memperburuk keindahan-keindahan aqidah islam dan
keindahan al’quran. Pesan ini adalah bumi di ciptakan buat manusia. Dan kata
buat manusia perlu di garis bawahi,yakni bahwa Allah menciptakanya agar manusia
berperan sebagai khalifah,berperan aktif dn utama di pentas bumi ini. ;berperan
utama dalam peristiwa-peristiwanya serta pengembanganya. Dia adalah pengelola
bumi dan pemilik alat,bukan di kelolah oleh bumi dan menjadi hamba yang di atur
atau di kuasai oleh alat. Tidak juga tunduk pada perubahan dan
perkembangan-perkembangan yang di lahirkan oleh alat-alat, sebagaimana di duga
bahkan di nyatakan oleh paham matralisme. “demikian sayyid quttub.
Adapun
tentang istawa maka menurutnya tiadak
ada tempat untuk mempersoalkan hakikat maknanya. Karena itu adalah lambnag yang
enunjukkan makna kekuasaan. Deamikian juga hanya dengan makna berkehendak
menuju penciptaan inipun tidak ada tempat untuk dibahas, sebagaimna hanya tidak
ada tempatnya membahas apa yang dimaksud oleh ayat ini dengan “tujuh langit”
serta bentuk dan jaraknya . cukup
memahami kuasanya bahwa informasi Allah ini bertujuan mengecam orang-orang
kafir yang mempersekutukan Allah bahwa Dia adalah yang menguasai alam raya .
Yang menghamprkan bumi manusia dan menyerasikan langit agar kehidupan di dunia
menjadi nyaman.
Semua
itu tidak ada tempatnya untuk dibahas karena keterbatasan akal manusia, yang
sekaligus karena mebahasnya dan mengetahuinya sedikitpun tidak berkaitan dengan
tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di dunia. Almisbah.
Hlm166-168
Al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu
pengetahuan yang harus dipelajari sebagai berikut:
1. Ilmu
Al-Qur’an dan ilmu agama seperti Fiqh, Hadits, dan Tafsir.
2. Sekumpulan
bahasa, nahwu, dan makhraj serta lafad-lafadnya, karena ilmu ini berfungsi
membantu ilmu agama.
3. Ilmu-ilmu
yang fardhu kifayah yaitu ilmmu kedokteran, matematika, teknologi yang beraneka
macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.
4. Ilmu
kebudayaan; seperti syair, sejarah dan beberapa cabang filsafat.
Dari
segi kepentinganya untuk para pelajar, Ibnu Khaldun mengklasifikasikan ilmu
menjadi :
1. Ilmu
syariah dengan semua jenisnya.
2. Ilmu
Filsafat seperti ilmu alam dan ketuhanan.
3. Ilmu
alat yang membantu ilmu agama seoerti ilmu lughah, nahwu, dan sebagainya.
4. Ilmu
alat yang membantu ilmu falsafat seperti ilmu mantiq (logics)
Prof. DR. Fadhil Al-Djamaly mengemukakan
agar semua jenis ilmu yang dikehendaki oleh Al-Quran diajarkan kepada anak.
Ilmu-ilmu itu meliputi : ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu jiwa,
ilmu kedokteran, ilmu pertanian, ilmu biologi, ilmu hitung, ilmu hukum,
perundangan, ilmu kemasyarakatan, ilmu ekonomi, ilmu balaghah, dan adab serta
pertahanan negara dan lain-lain ilmu pengetahuan yang dapat memperkembangkan
kehidupan manusia dan mempertinggi derajatnya.
أأن أنديك رحمَانَ
[1] Maksudnya:
jika dibacakan Al Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil
berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam
shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al Faatihah sendiri waktu imam membaca
ayat-ayat Al Quran.
[2]Ahmad Mustafa al-Maroghi, Tafsir
Al-Maraghi jilid 3, (Semarang: Toha Putra, 1992), hlm.292
[3] Ahmad Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an,
(Yogyakarta: PT Raja Grafido Persada, 2002), hlm. 402
[4] M. Quraish Shihab, Tafsit Al-Misbah Jilid 4,(Jakarta: Lentera
Hati, 2011), hlm. 438-439
[6] M. Quraish Shihab, Tafsit Al-Misbah Jilid 11,(Jakarta: Lentera
Hati, 2011), hlm. 373-375
[7] Bersemayam
di atas 'Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib kita imani, sesuai dengan
kebesaran Allah dsan kesucian-Nya.
[8]Ahmad Mustafa al-Maroghi, Tafsir
Al-Maraghi jilid 3, (Semarang: Toha Putra, 1992), hlm.297-298
0 komentar:
Posting Komentar